Friday, September 11, 2015

70 Tahun Indonesia di Gunung Merbabu


17 Agustus hampir tiba, kawan! Ah, kira-kira nanti mau ikut lomba apa ya? Makan kerupuk? Balap karung? Bawa kelereng pake sendok? Pentung plastik? Atau apa? Pasti seru kalau bisa ikut memeriahkan peringatah HUT RI, tapi sayangnya usia kita udah kadaluarsa buat ikutan lomba lomba yang seru kaya begitu. Jadi mari kita rayakan peringatah HUT RI yang ke-70 dengan cara yang lain.

Planning, planning, planning...

Dan jadilah rencana untuk merayakan HUT RI tahun ini dengan perjalanan ke Gunung Merbabu. Gunung Merbabu merupakan salah satu gunung yang populer di kalangan pendaki karena keindahan pemandangannya. Dua sabana yang ada menjadikan Gunung Merbabu sebagai satu destinasi yang pantang dilewatkan oleh para pecinta alam. Gunung dengan puncak di ketinggian 3142 MDPL tersebut terletak di wilayah Kabupaten Magelang - Jawa Tengah. Ada beberapa jalur yang dapat menjadi opsi untuk mendaki Gunung Merbabu. Di antaranya adalah Selo, Wekas dan Kopeng. Tapi kami telah sepakat untuk melakukan pendakian Gunung Merbabu via Wekas. Kenapa? Salah satu alasannya adalah karena di jalur Wekas kita dapat menemui banyak sumber air. 

Kami berangkat dari Tegal pada hari Sabtu (15/08/2015) ba'da Isya. Sengaja pilih perjalanan malam, biar sampai basecamp pagi dan siangnya kita langsung pendakian. Itu rencanya.

Jalan beraspal pun kerap berlubang, motor yang sudah diservis pun kerap mogok di jalan. Itu adalah salah satu hal yang kami alami. Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam, salah satu motor teman kami mogok di daerah Comal. Alhasil kami harus cari tempat yang pas untuk memarkir motor dan mengecek kondisi kendaraan tersebut. Menjumpai sebuah warung kecil, akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sambil tanya-tanya sama si pemilik warung, barangkali ada bengkel yang buka di dekat sini. Kata si pemilik warung, "Coba lurus ke timur, Mas. Di sana ada bengkel."


Motor mogok di jalur pantura
Dengan dibantu oleh motor yang lain, kami mencoba membawanya ke bengkel terdekat. Tapi rupanya kerusakan yang dialami si motor cukup serius. Harus dibawa ke dealer. Sedangkan waktu itu sudah jam 22.00. Tidak ada satupun dealer yang buka. Kami coba untuk menghubungi saudara terdekat untuk minta bantuan, tapi ternyata hasilnya nihil. Cukup lama kami duduk-duduk (sambil bingung, cemas dan ngantuk) di perempatan lampu merah Comal. Di samping pos polisi tepatnya.
 


Istirahat di lampur merah Comal sambil mikirin nasib

Bahkan, mungkin saking kasihannya melihat kami, ada salah satu petugas yang sedang berjaga tiba-tiba datang menghampiri kami dan menyodorkan sekotak getuk. Nah, ini dia nikmat di balik sengsara (walaupun sebenernya kami ngga sesengsara yang teman-teman bayangkan). Kami nikmati dulu jajan pemberian pak polisi itu, sambil berharap ada balai bantuan yang datang dan menawarkan tumpangan sampai ke basecamp Merbabu (ngayal).


Getuk pemberian Bapak Polisi
Setelah mencoba cari bantuan kesana kemari, akhirnya kami memutuskan untuk putar arah dan menginap di salah satu komplek pondok pesantren terdekat (walaupun yang terdekat jaraknya hampir 8 km), sementara motor yang mogok harus dititipkan di salah satu bengkel yang (kebetulan) masih buka. Alhamdulillah kami bisa bersitirahat dengan nyaman malam itu.


Berpose bersama sebelum melanjutkan perjalanan




Minggu (16/08/2015) usai sarapan dan berkemas-kemas, kami siap untuk melanjutkan perjalanan (yang sempat tertunda). Perjalanan pagi ini dimulai dengan membawa si motor mogok ke dealer. Beruntung di hari minggu dealer buka lebih awal, dan tidak perlu mengantri panjang. Jadi jam 09.00 kami sudah siap untuk kembali melanjutkan perjalanan ke Magelang.


Menunggu motor selesai diperbaiki






Rupanya motor mogok bukanlah satu-satunya hal yang membuat perjalanan kami jadi penuh sensasi. Ketika sedang dalam perjalanan menuju Wekas, kami sempat terkejut karena ada operasi lalu lintas. Sebagaimana pengendara sepeda motor yang normal, sudah pasti kami langsung dag-dig-dug. Tapi alhamdulillah semua berjalan lancar (walaupun ada 'ketidaklancaran' yang ngga perlu buat dijelasin di sini).


Operasi lalu lintas


Stop! Cek kelengkapan surat kendaraan

Pukul 14.00 kami tiba di basecamp pendakian via Wekas. Di situ kami bisa istirahat, makan siang dan mulai re-packing untuk persiapan pendakian sore hari. Iya, awalnya kami memang berencana untuk mendaki pagi hari, tapi karena ada kendala ini-itu, jadilah jadwal tersegeser. Realita memang 'jarang' sejalan dengan ekspektasi. Tapi kemunduran jadwal tidak mengurangi sedikit pun semangat kami.


Gapura basecamp Wekas

Gerbang jalur pendakian Wekas
Jalan menuju basecamp
Selamat datang di basecamp pendakian Gunung Merbabu !!!
Istirahat sejenak dan makan siang
Pukul 16.00 kami memulai perjalanan. Rupanya perjalanan sore hari membuat kami bisa menikmati senja yang indah. Langit jingga, angin tak terlalu kencang, sehingga tidak membuat badan  menggigil. Ketika langit beranjak gelap, lampu lampu senter penerang jalan mulai dinyalakan. Kami tiba di pos 1 - Watu Tupang sekitar pukul 19.00, istirahat sejenak sembari menunggu antrian karena jalur pendakian yang lumayan padat. Harap maklum, beginilah suasana gunung ketika musim 17an tiba.


Pemandangan sore hari di tengah perjalanan


Setelah kurang lebih menempuh dua jam perjalanan, kami tiba di pos 2 yang sudah dipadati oleh tenda-tenda para pendaki. Dua tenda kami pun sudah berdiri, sengaja dipasang berhadapan. Saatnya membongkar isi tas. Mengumpulkan logistik, menyiapkan makanan dan minuman panas. 

Seperti halnya malam keakraban, kami pun ngobrol ini itu sampai larut malam. Namun mengingat besok harus melanjutkan perjalanan ke puncak, kami bergegas untuk istirahat.


Menikmati suasana malam yang dingin
Jeng... jeng... jeng... Ini dia, 17 Agustus ketika langit masih gelap. Pagi itu, sekitar pukul 03.00, kami mulai mempersiapkan kelengkapan yang akan dibawa ke puncak, sementara tas besar dan barang-barang yang lain akan ditinggal di tenda. Pagi itu suasana benar-benar dingin dan cukup berangin. Tapi kami harus segera bergegas untuk mengejar waktu.


Persiapan sebelum summit attack
Awalnya kami berharap bisa melihat sunrise dari puncak, tapi karena sempat terjadi antrian di sepanjang jalur pendakian, akhirnya kami harus rela menikmati sunrise di tengah perjalanan. Langit hitam berubah jingga, kemudian mulai nampak gumpalan awan yang terbentang sejauh mata memandang. Dari tempat kami berdiri, nampak Gunung Sindoro-Sumbing- Prau yang terlihat dari kejauhan. 


Pemandangan saat fajar tiba




Hari makin siang, dan kami pun bergegas melanjutkan perjalanan. Medan makin menanjak, terjal. Ditambah lagi dengan bebatuan yang mudah lepas ketika dipijak. Begitulah kondisi medan ketika musim kemarau. Hujan yang belum turun selama beberapa bulan terakhir membuat tanah menjadi kering, menimbulkan debu berterbangan kemana-mana saat tanah dipijak. 


Medan pendakian yang terjal
Gunung Merbabu memang terkenal dengan sebutan seven summit. Ada yang bilang juga kalau Gunung Merbabu itu gunung PHP. Tahu kan istilah PHP ? Pemberi harapan palsu. Kata sebagian orang yang sudah pernah ke Gunung Merbabu, mereka sering merasa di-PHP gara-gara mengira sudah sampai di puncak, tapi nyatanya itu bukanlah puncak. Tapi entah bagaimana kami tidak merasa demikian. Kami benar-benar menikmati perjalanan tersebut. Tak perlu terus mencari-cari dan bertanya-tanya dimana puncaknya, yang terpenting adalah tetap berjalan ke depan. 







Bahkan, saking menikmatinya suasana di sana, kami sampai tertidur ketika sedang beristirahat di tepian jalur pendakian. Tanpa kami sadari, ternyata hari sudah terlampau siang. Sangat disayangkan, karena sebagian anggota dari tim kami tidak berhasil sampai dipuncak mengingat waktu yang tidak memungkinkan. 





Tapi tak mengapa, karena inti dari sebuah pendakian bukanlah tentang berdiri di atas puncak, tapi tentang bagaimana kita memaknai setiap pijakan langkah untuk menuju puncak itu sendiri. Orang bilang ; diatas puncak masih ada 'puncak'.

Dari tempat kami berdiri, nampaklah lukisan alam yang luar biasa indah. Bagaimana mungkin kita tak mencitai negeri yang elok ini? Bagaimana mungkin kita tega untuk merusak keindahannya? Sudah semestinya kita sadar tentang bagaimana memaknai arti sebuah perjalanan. Apalagi perjalanan dengan tujuan untuk ikut bersuka cita dalam memperingati hari jadi negeri ini.


















Puas menikmati pemandangan yang indah, kami segera beranjak turun, kembali ke pos dua. Dan sedikit cerita, ketika dalam perjalanan turun, kami bertemu dengan seorang gadis cilik yang digandeng ibunya. Ketika ditanya, ternyata nama gadis kecil tersebut adalah Edelweis. Gadis yang usianya baru tiga tahun itu nampak sangat ceria. Beberapa kali dia merengek minta naik ke atas batu besar yang berada di persimpangan jalur pendakian. Tak mau melewatkan momen tersebut, kami pun ambil bagian untuk berfoto bersamanya.

"Dadah Dede Edelweis." singkat saja perjumpaan dengannya. Tapi benar-benar berkesan, apalagi ketika kami tahu bahwa Edelweis datang kemari tak cuma dengan ibunya, tetapi juga dengan ayahnya. Ini piknik keluaga! Luar biasa sekali.

Tiba di pos 2, sebelum mengemasi semua barang, kami sempatkan untuk memasak dan makan siang. Barulah setelah itu kami packing kembali dan bersiap untuk pulang.








At least :

Jadilah pecinta alam yang mencintai alam. 
Jadilah pecinta alam yang mencintai negeri tempat alam itu berada. 
Dan jadilah pencinta alam yang mencintai dan mau menjaga segala pemberian Yang Maha Kuasa. 

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA !!!

1 comment:

  1. BONUS FREECHIP 50.000 MENYAMBUT NATAL DAN TAHUN BARU 2021 !
    Link Promo » https://bit.ly/3qBPNLN

    Agen Bolavita Selaku Agen Judi Casino Live Sejak 2014. Membagikan Bonus Freechip Untuk para Pecinta Judi Casino Secara Gratis ! Khusus Untuk 100 Orang Pertama!

    Daftar & Klaim Bonusnya Bisa Hubungi Kontak Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :

    » Nomor WhatsApp : 0812–2222–995

    ReplyDelete