Tuesday, December 29, 2015

Piknik Ceria Curug Pitu - Margasari



Libur panjang akhir tahun sudah tiba. Sebagaimana kita tahu, akhir tahun memang selalu identik dengan liburan, piknik, jalan-jalan atau sebagainya. Begitu juga dengan kami, dari Komunitas Pendaki Laka-laka.

Setelah melalui diskusi beberapa kali, kami memutuskan untuk pergi ke Curug Pitu sebagai pelengkap libur akhir tahun. Kenapa tidak naik gunung? Jawabannya adalah karena musim penghujan yang sekarang intensitasnya mulai tinggi. Tentu saja akan ada lebih banyak tantangan ketika mendaki gunung di musim penghujan. Alhasil kami memutuskan untuk piknik yang tidak terlalu jauh, tanpa harus ngecamp, tanpa harus memakan waktu lama.

Pada kegiatan kali ini ada sebagian personil dari Komunitas Pendaki Laka-laka yang tidak bisa ikut serta. Dan dengan personil berjumlah sembilan orang, kami berkumpul di Trasa (Taman Rakyat Slawi) untuk kemudian berangkat bersama-sama menuju Margasari.

Tiba di Pasar Margasari, kami, khususnya para personil perempuan langsung mencari bahan makanan untuk nanti dimasak di lokasi. Dimulai dengan berbelanja sayur asem, tempe, cabai, bawang, bumbu masakan, dan air mineral. Karena kami berencana membuat sambal, kami juga coba mencari penjual cobek. Dan setelah semua keperluan logistik terlengkapi, kami bergegas melanjutkan perjalanan.

Bagi yang membawa kendaraan bermotor, seperti halnya kami, bisa dititipkan di kantor polisi yang berada di dekat pasar. Selain itu kami juga minta izin kepada polisi yang berjaga. Sekedar untuk memberitahu kalau kami akan melakukan perjalanan ke curug. Juga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi karena kondisi cuaca yang tidak menentu.

Setelah memarkir kendaraan, kami siap untuk memulai perjalanan. Baru berjalan beberapa saat, kami disambut oleh sungai besar yang arusnya cukup deras. Air terlihat lebih keruh karena sedang musim penghujan. Di sekeliling sungai kita bisa melihat para penambang pasir dan batu. Suasananya sangat tenang, jauh dari keramaian kota.

Tiba di tepi sungai, kami disambut oleh tanah gambut yang lumayan menghambat kaki berjalan. Di situ kami harus berusaha untuk meringankan berat tubuh supaya kaki tidak terbenam lumpur lebih dalam. Berusaha sebisa mungkin, sampai akhirnya kami terbebas dari genangan tanah gambut tersebut.



Kami dihadapkan dengan jalan panjang yang diapit pepohonan jati lebat. Di bawahnya ada banyak semak dan rerumputan. Pemandangan yang menakjubkan. Apalagi ketika kami bisa menemui banyak kupu-kupu di sepanjang perjalanan. Seperti yang kita tahu, sekarang ini keberadaan kupu-kupu di sekeliling kita sudah sangat sulit dijumpai. Tapi di sini ada ratusan atau bahkan lebih. Bisa jadi hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang masih terjaga.


Berjalan selama kurang lebih dua puluh menit, jalanan berbatu mulai berubah jadi jalanan yang berlubang dan digenangi sisa-sisa air hujan. Begitu ada sebuah truk yang akan mengangkut material, kami mencoba untuk minta tumpangan. Dan akhirnya sopir baik hati itu mengizinkan kami untuk menumpang sampai tempat tujuan truk itu berhenti.


Perjalanan dengan truk lumayan membuat kami tergoncang. Ternyata medan yang harus dilalui sangat luar biasa terjal. Setelah melewati jalur berbatu, ada salah satu bagian jalan yang berlumpur bahkan tergenang air cukup tinggi. Kami jadi sulit membayangkan bagaimana jadinya kalau kami menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki.

Belum sampai truk berhenti, kami sudah disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Perkebunan milik petani yang penampakkannya bak sabana Gunung Merbabu. Hijau terbentang di mana-mana, memberikan nuansa segar dan penambah semangat. Perjalanan kali ini pasti akan sangat luar biasa.



Tepat di tepi sebuah sungai yang tak terlalu besar, truk berhenti, dan kami pun turun. Di sinilah truk-truk tersebut akan mengangkut material pasir dan bebatuan. Sekarang kami memulai perjalanan dengan langkah-langkah penuh penuh semangat. Menyusuri sungai, kemudian menyeberanginya. Akhirnya kami melewati perkebunan jagung milik petani. Anggap saja kalau kami sedang melewati sabana Merbabu yang rumputnya setinggi satu meter lebih.



Setelah menelusuri jalan setapak yang kian menanjak dan menyebari sungai dengan jembatan kecil dari batang pohon tumbang,kami sempatkan untuk istirahat sejenak. Menyantap perbekalan yang dibawa untuk menambah energi karena perjalanan masih cukup jauh.


Jalan setapak yang dipijak mengantar kami memasuki hutan lebat yang bahkan permukaan tanahnya jarang tersentuh cahaya matahari. Bisa dibayangkan betapa lembab dan dingin suasana di situ. Sangat sunyi, yang ada hanyalah suara serangga berderik dan suara hewan-hewan yang bahkan tidak dapat kami kenali. Beberapa saat berjalan di tengah hutan, kami melihat segerombolan monyet yang bergelantungan. Agak jauh dari tempat kami, berada di seberang sungai. Setidaknya kami mulai waspada apabila tiba-tiba ada monyet yang muncul di dekat kami.



Menembus hutan yang lebat, kami tiba di tepi sungai besar berarus deras. Bebatuan di sungai tersebut cukup varian, mulai dari yang kecil seperti kerikil sampai yang sangat besar. Ini adalah sungai yang akan mengantar kami untuk sampai di tempat tujuan. Bebatuan yang licin mengharuskan kami untuk lebih gesit dan waspada.


Langkah kami sempat terhenti begitu melihat seekor babi hutan di tepi sungai. Kami tidak tahu apa yang bakal dilakukan babi hutan tersebut. Bisa jadi dia akan menyerang saat melihat keberadaan kami. Namun setelah ditunggu beberapa saat, akhirnya babi hutan tersebut berlari masuk ke arah hutan. Perjalanan pun kembali dilanjutkan.

Kami mulai dihadapkan dengan medan yang ekstrem. Air terjun berundak, mulai dari yang arusnya kecil sampai yang arusnya sangat deras. Sempat dibuat terperanga ketika melihat air terjun yang tinggi, terususun dari bebatuan yang mirip seperti tumpukan balok. Sekarang kami harus melewati air terjun tersebut dengan mendaki tebingnya yang curam.




Satu persatu dari kami mulai menapakkan kaki dan mencengkeram kuat bebatuan tebing yang agak licin. Di sini kami dituntut untuk konsentrasi penuh. Keteledoran kecil dapat berakibat fatal. Lewat batu-batu di tepi air terjun, akhirnya kami berhasil melewati dinding tinggi tersebut. Dan rupanya masih ada dua air terjun yang harus kami lewati. Air terjun dengan arus yang tak kalah deras, walaupun tak setinggi air terjun sebelumnya.


Sekitar hampir satu jam menyusuri sungai dan melewati tujuh air terjun, akhirnya kami tiba di air terjun ke delapan. Inilah tempat tujuan kami. Dengan pemandangan hutan yang masih sangat alami dan air terjun yang deras memberikan sensasi sejuk yang luar biasa.


Kami tak mau melewatkan kesegaran air terjun yang cukup deras di awal musim penghujan ini. Sedangkan para personil perempuan mulai membongkar perbekalan dan menyiapkan makan siang. Beberapa makanan yang dibuat diantaranya sayur asem, tempe goreng, sambal dan tentu saja nasi. Terpaan angin yang kencang membuat kami kuwalahan. Api kompor pun sempat mati beberapa kali. Waktu itu kami memang tidak membawa kompor anti badai, jadi terpaksa kami harus mencari sesuatu untuk melindungi kompor dari terpaan angin.




Karena terlalu banyak menu makanan yang dibuat, alhasil gas dalam kaleng pun habis sebelum kami merebus air untuk menyeduh kopi. Muncullah inisiatif untuk membuat perapian dari ranting-ranting pohon kering. Walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama, tapi setidaknya kami masih bisa menikmat kopi panas di tengah alam bebas. Semua itu memberikan sensasi yang sangat istimewa dan berkesan.



Sebelum bersantap siang, kami melaksanakan ibadah sholat dhuhur terlebih dahulu. Barulah setelah itu kami beramai-ramai menikmati makan siang sederhana yang tetap terasa sedap. Usai makan kami duduk-duduk dan santai sejenak, menikmati pemandangan di sekeliling yang masih sangat alami, jauh dari sentuhan tangan manusia. Tak lupa pula kami mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.


Sekitar pukul 14.30 kami kembali berkemas. Langit semakin mendung, bahkan gerimis mulai turun. Sesegera mungkin kami beranjak meninggalkan lokasi karena medan akan semakin berat dilalui ketika dalam kondisi hujan. Dan rupanya perjalanan untuk pulang jauh lebih menantang. Kami harus kembali melewati tebing-tebing curam di tepian air terjun.


Setelah melewati sungai, hutan dan kebun jagung, akhirnya kami tiba di tepi sungai kecil tempat kami memulai perjalanan setelah turun dari truk. Harapnya kami bisa menjumpai sebuah truk lagi yang bisa kami tumpangi untuk sampai tiba di tepi sungai besar. Tapi karena hari sudah cukup sore, ternyata tidak ada satu pun truk yang melintas. Alhasil kami harus berjalan kaki.


Medan yang kami lalui sepanjang perjalanan pulang cukup sulit. Tanah berbatu, berlumpur, sampai genangan air setinggi lutut. Ditambah dengan gerimis yang membuat medan semakin berat. Tapi di antara medan yang terjal kami bisa menemukan satu keceriaan yang tidak akan didapat di tempat atau di kesempatan lain. Begitulah, setiap perjalanan memang selalu punya cerita sendiri.





Tiba di tepi sungai besar, kami mencoba untuk membersihkan diri. Membasuh kaki yang sempat tergenang lumpur atau mencuci sandal dan kaos kaki supada hilang semua kotoran yang menempel. Setelahnya kami langsung kembali ke tempat parkir motor dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

No comments:

Post a Comment