Dieng. Nama wilayah yang tidak asing agaknya ditelinga masyarakat. Dieng merupakan kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah , yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut (mdpl).
Tuhan rupanya menghadirkan keindahan keunikan yang tak tertandingi di daerah ini. Dengan adanya beberapa kepundan kawah, telaga, puncak, candi, sumur, gua, mata air, kawasan Dieng juga merupakan penghasil sayuran dataran tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. Kentang adalah komoditas utama. Selain itu, wortel, kubis, dan bawang-bawangan dihasilkan dari kawasan ini.
Selain sayuran, Dieng juga merupakan sentra penghasil pepaya gunung (carica), jamur, buah kemar, dan purwaceng. Dengan keindahan yang Tuhan sajikan ditempat ini juga culture masyarakatnya yang menggambarkan kehidupan yang ideal dan harmonis antara alam dengan manusia, sehingga kawasan ini sudah lama dikenal sebagai objek wisata yang eksotis dan sangat memanjakan wisatawan, baik dalam negri maupun luar negri. Baiklah, manusia merupakan makhluk yang sedikit banyak tentunya butuh refreshing atau hiburan. Saya rasa Tuhan begitu berbaik hati menyajikannya lewat alam-alam yang indah, langsung dilukis oleh-Nya. Lukisan alam ini salah satunya tergambar jelas pada dataran tinggi
Dieng dengan kekayaan alamnya yang tak tertandingi. Salah satu kawasan yang menjadi barometer objek wisata Dieng adalah Puncak Sikunir yang berada di ketinggian 2.263 mdpl. Sikunir terletak di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, yang konon katanya merupakan desa tertinggi di pulau jawa. Wew! Amazing!
Ngomongin amazing, Indonesia memang benar-benar diberikan oleh Tuhan kekayaan alam yang luar biasa hebatnya. Betul? Sehingga ketika beberapa kali saya melihat picture keindahan alam Indonesia yang mejeng diberbagai jejaring sosial termasuk instagram, banyak sekali komentar 'Awesome', 'Wow!', 'Amazing pict!', yang membuat saya akhirnya berteriak dalam hati; 'Saya bangga sekali jadi orang Indonesia!', kemudian melihat seseorang juga menuliskan; 'Thanks God, I'am Indonesian'. Yupz! Indonesia punya banyak keindahan yang luaaaaar biasa. Dan itu, Tuhan yang melukisnya langsung untuk kita. Anda bangga? Harus.... Selain bangga, juga harus bersyukur. 'Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?' (Q.S Ar-Rahman)
Oke, saya mulai perjalanan Tim Pendaki Laka-Laka yang diwakili oleh 8 personelnya menuju lukisan alam yang unik ini, Dieng pada 18 Maret 2014. Pada perjalanan ini kami terbagi menjadi dua kelompok, enam personel berangkat dari Tegal, dan dua personel menunggu di Pekalongan.
Start kami bersama penuh delapan personel adalah di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Sebenarnya banyak alternatif menuju Dieng, di Pekalongan sendiri kita bisa ambil jalur Paninggaran yaitu selatan Kajen, atau melalui jalur Petungkriyono yang artinya lewat kecamatan Doro. Pada kesempatan ini, kami memilih jalur Petungkriyono yang katanya sih lebih enak jalannya dibandingkan Paninggaran.
Setelah melewati Puskesmas Doro I, kami melaju terus ke selatan menuju Petungkriyono. Sekali lagi, Tuhan memanjakan mata-mata kami lewat sajian alam yang luar biasa sepanjang perjalanan.
Hingga pada akhirnya kami menemukan air terjun di sebelah kanan jalan (saya lupa namanya, gak dosa ya? Hehee).Kemudian seperti biasa, ora poto ora kepenak. Kami berhenti sejenak untuk berpose layaknya traveler atau lebih enaknya disebut sebagai bolang sungguhan
Setelah puas berpoto dan menikmati merdu gemercik air yang memukul perlahan bebatuan, kami melanjutkan perjalanan. Pada hampir separuh lebih perjalanan, hujan mengguyur sehingga dingin semakin 'Wow' dirasakan, maklum orang pantura Sekitar pukul 13.30 akhirnya kami sampai di Wonosobo.
Untuk mengisi keseimbangan yang mulai miring-miring akibat perut keroncongan (hehe) kami mampir di sebuah warung makan sederhana ditepi jalan, tidak lupa juga menunaikan ibadah sholat dhuhur. Howwiya dong! Jangan kelewat yang satu ini. Kembali ketujuan awal, tadabur alam. Memaknai keindahan alam Tuhan Yang Maha Esa. Hla tujuane wae tadabur alam, nek ninggal sholat yo pernahe ora mathuk tho? ini yang sering dilupakan para pecinta yang katanya pecinta alam.
Oke... kemudian ba'da sholat ashar kami melanjutkan perjalanan menuju Sikunir. Masih diguyur rintik hujan. Dengan modal bertanya, akhirnya kami sampai di Desa Sembungan. Dari Desa Sembungan yang berada di ketinggian 2302 meter dpl yang sebelumnya sejenak kita dimanjakan oleh panorama Danau Kecebong dengan diapit bukit-bukit dan kabut yang mempesona.
Setibanya di basecamp Sikunr kondisi masih juga gerimis. Perutpun tak terasa mulai tidak bersahabat. Akhirnya kita putuskan untuk berteduh sembari menikmati hidangan ala danau kecebong.
Dihiasi alunan suara burung-burung yang mulai kembali ke peraduannya, suasanya menjadi sangat nyaman. Merdunya suara burung yang saling bersahut-sahutan ini membuat kami terlenda dalam dinginnya sore hari.
Hingga pada akhirnya gerimis mulai mereda dan perjalanan kami mulai sekitar pukul 17.15 wib. Perjalanan dilanjutkan dengan mendaki jalan setapak licin yang diapit jurang dan hutan dengan sedikit rintik hujan.
Sikunir memang dikenal sebagai tempat melihat sunrise (matahari terbit), tapi kali ini kami mencoba yang lain dari yang lain, yaitu merasakan sensasi sunset (matahari terbenam) di Sikunir. Dengan pakaian yang sudah agak basah ditambah angin sumilir, yaaah lumayan menggigit lah dinginnya. Ditambah dengan jalan yang terus naik, membuat nafas tersengal dan jantung berdegub lebih cepat ( lebay ya? ).
Karena seharian berkendaraan roda dua dari Tegal menuju Dieng dengan guyuran hujan yang luar biasa membuat pendakian ini terasa melelahkan Haha...ha..ha.., dengan nafas yang sedikit berat kami lanjutkan pendakian ini. Dan Kemudian sepertinya Tuhan mendengar yaa, hihi... tiba-tiba jalanan landai. Ternyata sudah sampai. Wow! Amazing! Terhampar pemandangan indah sejauh mata memandang. Terlihat rumah-rumah kecil penduduk desa dibawah sana. Dan Sindoro terlihat kokoh tegak berdiri. Juga hamparan awan yang berada dibawah kami. Seperti negri diatas awan. Wow! Kami ada diatas awan.
Tak lama kemudian langit mengorange dan perlahan menggelap. Petang tiba. Lampu-lampu mulai menyala. Dari atas sini terlihat cantik kemerlip cahaya rumah-rumah penduduk. Lagi-lagi; 'Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?' Terbayar sudah lelah berjalan kaki kurang lebih 20 menit, oleh keindahan yang diciptakan Sang Pemilik Keindahan.
Berikut adalah video trekking kami (Pendaki Laka-Laka) selama pendakian di Bukit Sikunir Dieng :
Cerita Pun berlanjut untuk menyongsong "Sunrise Puncak Gunung Prau" di hari berikutnya. Bersambung ...
No comments:
Post a Comment